PENTINGNYA
BERFIKIR KRITIS DAN KREATIF DALAM MEMPERBAIKI KARAKTER BERFIKIR MAHASISWA SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN ILMU BIOLOGI
Oleh:
Bowo Siswandoko
Bowo Siswandoko
Seringkali kita
menggunakan istilah pikiran dan pemikiran. Namun
kita belum tahu definisi mengenai hal tersebut.
Pikir adalah ingatan, angan-angan, akal, anggapan,
pendapat dan sangka. Pikir itu pelita hati. Daya Pikir bermakna daya atau kemampuan
untuk berfikir. Berfikir bermakna menggunakan akal untuk menyelesaikan sesuatu,
mempertimbangkan dalam ingatan atau mempertimbangkan baik-baik. Berfikiran
adalah berfikir mengenai sesuatu. Memikir adalah berfikir mengenai sesuatu, mengigat.
Memikirkan adalah menggunakan untuk menyelesaikan sesuatu, merenungkan,
mempertimbangkan dalam fikiran, mengenangkan, mengendahkan, mempedulikan,
memandang penting. Terfikir bermakna teringat, termasuk akal, tersangka, hasil
fikiran, pendapat, pertimbangan akal, upaya, muslihat, perhatian, minat dan
menaruh fikiran. Sefikiran bermakna sependapat atau sefaham. Berfikiran
mempunyai fikiran. Pemikiran adalah perihal berfikir (memikir). Pemikir adalah
orang yang berfikir atau ahli fikir.
Karakter berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah
moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berari individu
memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai
seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan
inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar,
berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati
janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia,
bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif,
disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri,
produktif, ramah, cinta keindahan (estetis0, sportif, tabah, terbuka, tertib.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan
individu juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional,
sosial, etika, dan perilaku).
Menurut Dimyati (1996) salah satu ungsur ilmu
pengetahuan adalah items, yakni ilmu pengetahuan yang berwujud
berpikir rasional. Realisasi berpikir rasional tampak pada penggunaan kata,
kalimat, alenea, rumus pemecahan masalah, ataupun symbol-simbol. Prasyarat
untuk mewujudkan items tersebut adalah kemampuan individu untuk membaca,
menulis, memikir dan melakukan observasi (3M+O).
Ilmu pengetahuan adalah sistem berpikir tentang dunia empiris.
Dengan demikian pendidikan keilmuan adalah pendidikan berpikir rasional tentang
dunia empiris. Dari sisi taksonomi berpikir, maka pendidikan keilmuan berarti
mendidik berpikir pada tingkat kognitif tertentu. Dengan taksonomi Bloom
misalnya, didikan berpikir keilmuan terletak pada tingkat
analisa-sintesa-evaluasi-kreasi, tidak pada tingkat dibawahnya.
Fakta pembelajaran saat ini menunjukkan rendahnya tingkat kecakapan
berpikir tingkat analisa-sintesa-evaluasi-kreasi anak-anak Indonesia. Para
pakar pendidikan mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dominan di
sekolah-sekolah masih membelajarkan tingkat rendah yakni mengetahui, memahami,
dan menggunakan belum mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir evaluasi-kreatif
yakni suatu yang paling esensi dari dimensi belajar. Sebagian besar pendidik
belum merancang pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif.
Sebenarnya para pendidik telah menyadari bahwa pembelajaran berpikir
agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta maampu memecahkan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah penting. Kesadaran
ini juga telah mendasari pengembangan kurikulum kita lebih lebih mengedepankan
pembelajaran yang konstekstual dengan lingkungan kehidupan sehari-hari anak.
Akan tetapi sebaagian besar pendidik kita belum berbuat, belum merancang secara
serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar (Drost, 1998,
Mangunwijaya, 1998, Kamdi, 2002). Kita masih berkutat dengan cara-cara mengajar
yang lama, yang cenderung mematikan kreativitas anak.
Proses “pembelajaran” saat ini masih diimplementasikan sebagai
proses menjadikan anak tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa
kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat
penjelasan guru, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat
berlangsungnya ujian. Pembelajaran adalah proses menyampaikan, memberikan,
memindahkan/mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa.
Dalam tataran ini siswa yang sedang belajar bersifat pasif ,
menerima apa saja yang diberikan guru, tanpa diberikan kesempatan untuk
membangun sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dan diminatinya. Siswa sebagai
manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia karena diberi otak,
dibelenggu oleh guru. Siswa yang jelas-jelas dikaruniai otak seharusnya
diberdayagunakan, difasilitasi, dimotivasi, dan diberi kesempatan, untuk
berpikir, bernalar, berkolaborasi, untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai
dengan minat dan kebutuhannya serta diberi kebebasan untuk belajar. Mari kita
runtuhkan pemahaman yang keliru bahkan telah menjadi “mitos” bahwa belajar
adalah proses menerima, mengingat, mereproduksi kembali pengetahuan yang selama
ini diyakini banyak tenaga kependidikan. Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku
Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar itu harus berbasis otak . Dengan kata
lain revolusi belajar dimulai dari otak. Otak adalah organ paling vital manusia
yang selama ini kurang dipedulikan oleh dosen dalam pembelajaran. Pakar
komunikasi mengungkapkan kalau kita ingin cerdas maka kita harus terlebih
dahulu menumbangkan mitos-mitos tentang kecerdasan.
Menurut pandangan Slavin (1997)) dalam proses pembelajaran dosen
tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuannnya sendiri dalam dengan mendayagunakan otaknya untuk
berpikir. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara membelajarkan,
mendesain informasi menjadi lebih bermakna dan lebih relevan bagi kebutuhan
siswa. Caranya antara lain dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak mereka agar
menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Menurut Nur (1999), dosen sebaiknya hanya memberi “tangga” yang dapat
membantu mahasiswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus
diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Sering kita mendengar ungkapan mengenai banyaknya mahasiswa yang
‘tidak berpikir’. Mereka pergi ke kampus tetapi cara belajar mereka terbatas
mendengarkan keterangan dosen, kemudian tidak mencoba memahami ilmu pengetahuan
yang diajarkan oleh dosen mereka. Selanjutnya, diruang ujian, mereka
mengungkapkan kembali ilmu pengetahuan yang telah mereka hafalkan itu. Cara
seperti ini, dalam pengertian yang khusus, bukanlah suatu keberhasilan, dan
merupakan cara belajar yang tidak kita inginkan. Mengenai nilai dan ujian,
harus diakui bahwa mahasiswa tersebut bisa menjawab pertanyaan.
Sayang sekali, dalam sistem pendidikan dewasa ini, ada mahasiswa
yang gagal memahami perkuliahan, sebab mereka hanya sekedar menghafal tanpa
mengerti apa yang mereka pelajari. Pada akhirnya, kedua jenis mahasiswa (mereka
yang gagal memahami dan mereka yang menghafal) mampu menjawab ujian dengan
baik. Sebagian dari mereka mungkin mendapat nilai yang tinggi dan dianggap
mahasiswa yang sukses oleh masyarakat (Hassoubah, 2002). Meskipun belum ada
hasil penelitian yang kongkret, bahwa seandainya para mahasiswa tersebut
ditanya-setelah ujian selesai-apakah mereka masih ingat ilmu pengetahuan yang
telah mereka pelajari, maka tidak heran kalau mereka sudah lupa apa yang telah
mereka pelajari.
Para mahasiswa pasif akan menimbulkan masalah. Dengan pengertian
lain, mahasiswa yang ‘tidak berpikir’ hanya akan memenuhi tempat yang
semestinya dipersiapkan untuk menghasilkan para ilmuan yang akan memainkan
peranan mereka sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. Akibat yang
paling buruk adalah tugas dan tanggung jawab pendidikan tidak tercapai,
sementara para mahasiswa dapat tamat dan mendapatkan gelar.
Pada saat yang sama, seharusnya para mahasiswa mengevaluasi diri
mereka dan berusaha. Mereka tidak boleh berdiam diri saja. Karena, para pemuda
ini kelak akan menjadi orang dewasa, akan menghadapi dunia yang penuh dengan
tantangan dan permasalahan. Mahasiswa ini yang akan menjadi pemimpin di masa
depan, mesti dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan permasalahan hidup.
Tantangan dan permasalahan inilah yang akan dihadapi oleh ‘pemikir’(.Tthe Liang
Gie, 2003)
Berpikir dalam pendidikan formal sebagian besar menekankan pada :(1)
kemampuan menganalisis, (2) membelajarkan siswa bagaimana memahami pernyataan,
(3) mengikuti dan menciptakan argumen logis, (4) mengiliminir jalur yang salah
dan fokus pada jalur yang benar (Harris, 1998). Berpikir adalah kegiatan
memfokuskan pada eksplorasi gagasan, memberikan berbagai
kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar. Dua jenis
berpikir dapat dibedakan yakni berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Berpikir kristis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang
apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Pembelajaran
biologi inovatif adalah pemaduan sintaks pembelajaran inkuiri dengan sintaks
pembelajaran kooperatif. Beberapa dasar pertimbangan pemaduan sintaks
pembelajaran inkuiri dan kooperatif didasarkan karakter kedua strategi
tersebut. Pembelajaran inkuiri dipadu kooperatif mempunyai dua karakter dasar yaitu,
karakter pembelajaran inkuiri dan kooperatif. Karakter pembelajaran Inkuiri menuntut siswa menemukan sebuah pengetahuan sebagaimana
ilmuwan menemukan dan mengembangkan ilmu. Karakter pembelajaran inkuiri
membantu siswa menguasai keterampilan proses sains dengan lebih baik. Sintaks
pembelajaran inkuiri seperti: (1) Merumuskan masalah, (2) Merumuskan hipotesis,
(3) Menguji jawaban tentatif, dan (4) Menarik dan menerapkan kesimpulan.
Menuntut siswa bekerja dengan kemampuan berpikir tertinggi mereka, sehingga
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa menjadi terlatihkan dengan baik.
Sesuai dengan standar proses, yang
dilakukan guru pada kegiatan pendahuluan: a) menyiapkan siswa secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, b) mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, c)
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, dan d)
menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan
untuk menanamkan karakter dalam kegiatan pendahuluan:
- Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
- Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
- Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
- Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
- Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
- Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
- Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun, peduli
- Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
- Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
DAFTAR PUSTAKA
- Dimyati. 1988. Landasan Kependidikan: Suatu Pengantar Pemikiran Keilmuan Tentang kegiatan Pendidikan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdiknas.
- Dimyati. 1996. Pendidikan Keilmuan di Indonesia: Suatu Dilema Pengajaran dan Penelitian. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains. September. 2(1&2)
- Drost, 2000. Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orang Tua, Jakarta. Gramedia Widisarana Indonesia
- Hossoubah,Z. Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . 2004. Bandung: Yayasan Nuansa Cendia
- Kamdi, W. 2002. Mengajar Berdasarkan Model Dimensi Belajar. Gentengkali: Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah. 4 (5 dan 6): 29-35
- Kurniawan, K. 1998. Visi dan Strategi Universitas Mnghadapi Abad XXI. Jurnal Imu Pendidikan. Agustus 5(3): 131-149
- Marzano. 1988. Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Va: ASCD
- Perkins,D.N. & Weber,R.J. 1992. Inventive Mind: Creative in Technology. New York: University Press
- Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning Center (MLC)
- Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allin and Bacon
- Gie,The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.
- Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara
Promo DonacoPoker Spesial Menyambut Lebaran
BalasHapusPromo spesial untuk menyambut Bulan Puasa Donaco Poker memberikan promo spesial yang hanya untuk anda member-member setia kami dengan memberikan tambahan deposit sebesar 10+10%.
Permainan di DonacoPoker
- POKER
- DOMINO
- CEME
- CEME KELILING
- CAPSA
- SUPER10
- OMAHA
Hubungi kami di :
WHATSAPP : +6281333555662
atau langsung di Livechat kami ya bosku. Terimakasih
DAFTAR
Judi Poker Online Terbaik